DSN-MUI Tegaskan Transaksi Short Selling Tidak Sesuai Prinsip Syariah di BEI
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menegaskan bahwa transaksi short selling dalam perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dinyatakan haram berdasarkan Fatwa DSN-MUI No. 80 Tahun 2011. Fatwa ini mengatur penerapan prinsip syariah dalam mekanisme perdagangan efek bersifat ekuitas di pasar reguler bursa efek.
Short selling adalah praktik di mana investor menjual saham yang belum mereka miliki dengan harapan bahwa harga saham tersebut akan turun di masa depan. Dalam skenario ini, investor meminjam saham dari sekuritas, menjualnya di pasar dengan harga tinggi, dan kemudian membeli kembali saham tersebut dengan harga lebih rendah untuk mengembalikannya kepada sekuritas.
Keuntungan diperoleh dari selisih harga jual awal yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga beli kembali yang lebih rendah.
Ketua DSN-MUI Bidang Pasar Modal Syariah, Iggi H. Achsien menjelaskan bahwa transaksi short selling masuk dalam kategori bai’ al-ma’dum, yaitu menjual sesuatu yang belum dimiliki. “Short sale itu kan belum punya kita tapi kita jual dengan asumsi nanti kita ambil. Dengan harapan investor bahwa akan turun harganya,” ujar Iggi.
Menurut Iggi, transaksi semacam ini mengandung unsur gharar, yaitu ketidakpastian dan spekulasi yang tinggi, di mana harga, bentuk, atau sifat barang yang dijual tidak jelas. Dalam ajaran Islam, jual beli yang tidak pasti atau tidak memiliki kepastian penuh dianggap sebagai praktik yang tidak dibolehkan.
Fatwa DSN-MUI ini memberikan panduan tegas bagi investor yang memegang prinsip syariah. Baik individu maupun perusahaan yang berkomitmen pada prinsip-prinsip syariah dilarang melakukan transaksi short selling. Emiten yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah juga memiliki hak untuk menolak jika saham mereka dimasukkan dalam daftar saham yang bisa ditransaksikan dengan skema short selling.
Iggi memberikan contoh bahwa perusahaan yang bergerak di sektor consumer goods dan mematuhi syariah dapat menyampaikan kepada BEI bahwa mereka tidak ingin sahamnya diperdagangkan dengan cara short selling. “Misalnya, ada consumer goods yang memang menyatakan dirinya lembaga bisnis syariah. Dia boleh tuh menyampaikan kepada bursa soal masuknya perusahaan tersebut ke daftar emiten yang bisa di-short sell,” katanya.
Meskipun demikian, short selling tetap diatur dan diperbolehkan dalam pasar modal konvensional Indonesia. Peraturan ini diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui POJK Nomor 55 tahun 2020 tentang Pembiayaan Transaksi Efek Oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabah dan Transaksi Short Selling Oleh Perusahaan Efek.
Sebagai tindak lanjut dari regulasi ini, BEI telah menetapkan 16 saham yang dapat ditransaksikan dengan skema short selling untuk memberikan lebih banyak opsi instrumen investasi bagi investor. Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy, menyatakan bahwa “kami berharap ini bisa menambah pilihan instrumen trading bagi para investor.”
Dengan keputusan DSN-MUI yang mengharamkan short selling, investor syariah di Indonesia harus lebih selektif dalam memilih instrumen investasi mereka. Kejelasan dan kepastian dalam transaksi menjadi hal yang sangat penting, sejalan dengan prinsip-prinsip syariah yang mengutamakan transaksi yang adil dan bebas dari spekulasi berlebihan.
Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pasar modal syariah Indonesia untuk terus berkembang dengan cara yang berkelanjutan dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Demikian informasi seputar pandangan MUI untuk transaksi short selling dalam perdagangan saham BEI. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Alienslatest.Org.